Tragedi Pilu Gempa dan Tsunami di Kota Palu

Tragedi Pilu Gempa dan Tsunami di Kota Palu

Mungkin peristiwa gempa bumi dan tsunami Kota Palu sudah berlalu karena terjadi tahun 2018 lalu. Akan tetapi, bencana alam yang melanda Sulawesi Tengah ini tidak bisa dilupakan begitu saja. 

Apalagi lokasi yang mendapatkan imbas 13 kali gempa berkekuatan besar ini cukup banyak. Tidak kurang 4 kota dihantam gempa yaitu Sigi, Donggala, Parigi Moutong dan tentunya Palu sebagai ibu kota Sulawesi Tengah. 

Derita masyarakat Sulawesi Tengah semakin miris ketika beberapa saat kemudian tsunami juga ikut menyerang. Akibatnya lokasi yang berdekatan dengan bibir pantai seperti Kota Palu, Donggala dan Mamuju luluh lantak diterjang air laut. 

Tragedi Pilu Gempa dan Tsunami di Kota Palu 1

Tsunami Menyerang Pasca Pembatalan Status Siaga 

Beberapa saat setelah terjadi gempa di Palu BNPB sudah mengirimkan signal tentang siaga tsunami. Sirene ini berfungsi karena memang ada peningkatan air laut akibat terjadinya longsor sedimen di bawah laut. 

Karena adanya perubahan status alam tersebut, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika pun merilis secara resmi kalau memang ada potensi tsunami yang akan muncul. Jadi masyarakat bisa bersiap menjaga kemungkinan terburuk termasuk menjauhi bibir pantai. 

Rilis informasi siaga tsunami sendiri disampaikan pada jam 16.07. Namun kurang lebih setengah jam kemudian status itu dicabut mungkin karena ada penurunan kadar air laut yang terdeteksi oleh alat. 

Sayang, pada jam 17.42 tsunami benar-benar terjadi menghantam bibir pantai Kota Palu. Tidak tanggung-tanggung, tinggi air mencapai 6 meter yang membuat pinggiran pantai disapu bersih hingga beberapa meter ke arah daratan.

Penyebab Gempa dan Tsunami Kota Palu

Menurut ahli gempa dan tsunami di Kota Palu disebabkan peristiwa longsornya sedimen yang berada di dalam laut. Karena kedalaman signifikan antara 200-300 meter maka pusaran air sangat cepat sehingga mampu menghentakkan air ke daratan dengan ketinggian 6 meter. 

Longsoran ini sendiri disebabkan oleh muara yang belum tersambung dengan baik ke Teluk Palu. Bahkan kontur sedimen-nya memang lemah sehingga rawan longsor jika terjadi abnormalitas arus di dalamnya. 

Sedangkan sebagian ahli menyampaikan kalau terjadinya gempa dan tsunami di Palu disebabkan oleh peristiwa yang berbeda. Untuk tsunami memang karena sedimen bawah laut yang longsor, sedangkan gempa disebabkan oleh pergeseran lempeng lokal. 

Kota Palu Terimbas Tsunami Terparah

Kota di Sulawesi Tengah yang terimbas tsunami paling parah adalah Kota Palu. Tepatnya di Desa Tondo Kecamatan Palu Timur yang menurut kabarnya, tinggi air yang menyerang desa ini mencapai 11,3 meter. 

Data ini memiliki selisih cukup besar dengan daerah yang terimbas paling rendah yaitu Desa Magapa Kabupaten Donggala. Yang mana tinggi air yang masuk kawasan ini hanya 2,2 meter saja. 

Masalah tidak sampai di situ saja. Bahkan warga Palu benar-benar dikurung dengan “kemarahan” alam pasca hadirnya likuefaksi di sebagian wilayah. Salah satu desa di Palu yang diserang tanah bergerak ini adalah Petobo. 

Likuefaksi Fenomena Bencana Baru di Palu selain Tsunami

Likuefaksi atau tanah bergerak sejatinya adalah bencana baru yang muncul di Indonesia. Datanya juga tidak sebanyak data terjadinya gempa bumi, gunung meletus maupun tsunami. 

Akan tetapi, bencana likuefaksi benar adanya dan bisa dijelaskan secara ilmiah. Menurut para ahli tanah bergerak ini bisa terjadi jika pasir dengan lanau berpisah sehingga tanah yang padat menjadi lumpur. 

Akibatnya pori-pori tanah benar-benar berisi air. Sedangkan pergerakan tanah disebabkan tidak ada penguat akibat desakan dua tanah di bagian sisi yang masih memiliki kontur lebih padat. 

Efek Likuifaksi di Kota Palu

Efek likuifaksi di Palu tidak kalah dengan efek dari terjadinya gempa dan tsunami yang hampir berjalan secara bersamaan. Bahkan, korban yang tertimbun bangunan cukup banyak disebabkan kesempatan menyelamatkan diri sudah tidak ada. 

Kerugian material juga sangat besar terutama di daerah Petobo dan Jono Oge Kabupaten Sigi. Menurut pengukuran di kala itu kerusakan tanah dan bangunan mencapai 382,7 hektar. 

Untuk jumlah unit bangunan yang rusak juga sangat besar. Di Petobo bangunan yang rusak mencapai 2050 unit. Sedangkan di Jono Oge bangunan yang hancur mencapai 366 unit. 

Korban Jiwa akibat Gempa, Tsunami dan Likuifaksi Palu

Terjadinya bencana alam gempa, tsunami dan likuifaksi yang menyerang Kota di Palu benar-benar menghadirkan berita duka yang luar biasa. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya korban jiwa padahal bencana terjadi dalam durasi sehari saja. 

Menurut data yang resmi bencana tersebut setidaknya merenggut 2.086 korban meninggal dunia dan 10.679 mengalami luka kategori berat. Sedangkan korban yang dinyatakan hilang mencapai 671 orang. 

Korban yang selamat dari bencana berjumlah 82.775 yang diungsikan ke tempat-tempat yang lebih aman. Namun sebagian besar dari warga Kota Palu mengalami traumatisme yang luar biasa akibat bencana alam yang datang secara mendadak tersebut.